Phane G-Ngaco

Minggu, 17 Oktober 2010

GEOLOGI DAN BAHAN GALIAN AJIBARANG & SEKITARNYA

Geologi
Secara regional wilayah penyelidikan terletak di dalam zona fisiografi Pegunungan Serayu Selatan bagian barat.. Jalur ini memanjang dari Majenang sampai Pegunungan Manoreh di daerah Kulon Progo (Van Bemmelen, 1949). Di samping merupakan daerah pegunungan, daerah ini juga merupakan bagian dari cekungan Banyumas yaitu berupa cekungan belakang busur (back arc basin) Tersier sebagai akibat interaksi antara lempeng Samudra Hindia yang menunjam ke arah utara di bawah lempeng Asia.
Berdasarkan fisiografi tektonik (Suyanto dan Y.R. Sumantri, 1977), bagian baratdaya daerah ini termasuk kedalam depresi dan tinggian Majenang, serta rendahan Wangon. Daerah kegiatan termasuk ke dalam fisiografi Pegunungan Selatan Pulau Jawa dengan topografi terdiri dari perbukitan bergelombang dengan ketinggian berkisar antara 80 m hingga 550 m dan daerah pedataran.
Batuan penyusun daerah kegiatan terdiri dari bawah ke atas adalah batuan Formasi Pemali yang terdiri dari batulempung dan napal berumur Eosen, kemudian diatasnya diendapkan Formasi Rambatan yang terdiri dari batugamping dan konglomerat dengan sisipan napal – serpih berumur Oligosen; Formasi Halang yang terdiri dari batupasir tufaan, konglomerat, batulempung dan napal; Anggota Formasi Halang yang terdiri dari endapan turbidit berseling dengan breksi gunungapi bersusunan andesit dan batugamping berumur Miosen Tengah; Formasi Kumbang terdiri dari breksi gunungapi, lava, tuf, batupasir tufaan berumur Miosen Atas; Formasi Tapak yang terdiri dari batupasir – batugamping dan breksi gunungapi berumur Pliosen dan endapan alluvium. (Gambar 2)
Stratigrafi daerah Gumelar dan sekitarnya yang merupakan bagian dari cekungan Banyumas umumnya terdiri dari batuan sedimen yang termasuk kedalam Formasi Halang (batupasir andesit, konglomerat tufaan dan napal yang mengandung sisipan-sisipan batupasir andesit) berumur Miosen Atas, ditutupi oleh anggota batugamping Formasi Tapak berupa lensa-lensa yang berlapis hingga masif, dan Formasi Tapak (batupasir berbutir kasar dan konglomerat, dibeberapa tempat terdapat breksi, di bagian atas terdiri dari batupasir gampingan dan napal).
Disamping batuan-batuan tersebut di atas di daerah penyelidikan juga diendapkan batuan hasil gunungapi tak teruraikan (breksi, lava, lapili dan tufa dari G. Slamet), aluvium gunungapi (bongkah-bongkah andesit sampai basal) dan aluvium (lempung, lanau, pasir dan kerikil). Sedangkan batuan terobosan diorit terletak disebelah selatan Ajibarang berdekatan dengan aliran Kali Tajum.
Struktur geologi yang berkembang di daerah ini umumnya berupa sesar naik, sesar normal dan sesar geser dengan arah umum baratlaut - tenggara sampai timurlaut – baratdaya dan perlipatan berupa sinklin-antiklin dengan arah relatif barat-timur.
Mineralisasi terjadi pada batuan breksi gunugapi, berupa urat-urat pirit halus yang mengisi rekahan.

Mineralisasi
Proses mineralisasi di daerah sekitar Karang Alang terjadi akibat orogenesa Plio-Pleistosen yang menyebabkan formasi-formasi batuan di cekungan Banyumas terlipat, tersesarkan, dan terintrusi sehingga membentuk pola struktur geologi yang rumit.
Pola penyebaran intrusi dan pengaruh larutan sisa magma (hidrotermal) yang membawa sulfida-sulfida logam (pirit, kalkopirit, galena, arsenopirit, dll) dan mineral gangue (kuarsa, barit, topas, gipsum, sinabar, dll) yang diendapkan sebagai pengisian pada zona lemah atau penggantian (replacement) pada batuan samping (host rock) yang bertekanan lebih rendah. Penyebaran tempat-tempat bertekanan rendah atau koridor (channel way) yang berupa "fissure veins", "shear zone", "stock work", intrusi breksi atau pengisian pori-pori batuan tersebut, sangat dipengaruhi pola struktur yang dihasilkan oleh orogenesa Plio-Pleistosen tersebut.
Manifestasi lapangan dari mineralisasi hidrotermal oleh daerah alterasi argilik atau propilik yang memberikan ciri fisik khas dan sangat berbeda dengan batuan yang tidak teralterasi.
Di sekitar Ajibarang terdapat intrusi (dike) andesit kuarsa porfir memotong Formasi Halang di Desa Tameng. Umur intrusi tersebut diperkirakan 8,7 Ma atau Miosen Atas (Bellin et al, 1989). Di daerah penelitian, kegiatan magmatik post Formasi Halang dicerminkan juga oleh penyebaran vein dan alterasi hidrotermal terdapat di Desa Karang Alang, Gancang, Lumbir dan Karangpucung.
Gejala alterasi juga terdapat Di Karang Alang sebagai breksi hidrotermal pada Formasi Halang sehingga struktur (perlapisan) aslinya hilang atau sangat terganggu. Daerah breksi hidrotermal ini memberikan alterasi argilik (kaolin atau monmorilonit) yang banyak mengandung pirit.
Di daerah sekitar kampung Cihonje dan S. Larangan terdapat mineralisasi berupa urat kuarsa-karbonat disertai butiran-butiran halus logam sulfida (pirit, galena, chalkopirit dll.) tersebar yang terjadi pada satuan batupasir (Formasi Halang), ketebalan urat kuarsa berkisar antara 1-1,5 m dengan arah jurus/kemiringan N70°E/30°-40°.
Mineralisasi berupa urat-urat kuarsa yang mengandung logam sulfida di Karang Alang juga ditemukan , diduga mineralisasi ini mengikuti bidang patahan yang telah mengalami ubahan argilik. Urat kuarsa dilokasi ini umumnya berupa lensa-lensa mengandung pirit tersebar yang sebagian telah mengalami oksidasi, tebal urat antara 20-25 cm dengan arah jurus/kemiringan N95°E/50°.
Indikasi adanya mineralisasi di daerah lainnya yaitu disekitar S. Larangan pada tebing jalan, (Foto 1) dan ditemukan float berupa bongkahan urat kalsit mengandung mineralisasi galena, chalkopirit dan pirit yang mengelompok membentuk spots. Selain itu ditemukan pula urat-urat kuarsa berupa float di S. Penaruban mengandung pirit yang tersebar

2.2. Bahan Galian
Bahan galian utama yang terdapat di wilayah ini terdiri dari:

* Emas, pendulangan emas sejak terjadinya krisis ekonomi hingga saat ini merupakan mata pencaharian sebagian masyarakat di sekitar aliran S. Larangan dan Kali Arus. Masyarakat dalam mencari emas ini melakukan dengan cara penggalian pada endapan aluvial tua yang kemudian dilakukan pendulangan. Di Desa Gancang (K. Arus), masyarakat setempat mengambil pasir yang mengandung emas dilakukan dengan cara pembuatan sumur hingga kedalaman 4 -5 m dan diteruskan dengan pembuatan terowongan-terowongan, dibantu dengan pompa air untuk mengeluarkan genangan air didalamnya. (Foto 2)
* Bahan galian batugamping, yang keterdapatannya dapat dijumpai hampir disepanjang jalan dari Ajibarang menuju ke arah kota kecamatan Gumelar, saat ini sudah banyak diusahakan penambangannya. Batugamping hasil penggalian kemudian diangkut dengan menggunakan truk kemudian dilakukan pembakaran pada tungku pembakaran, selanjutnya setelah disiram dengan air dilakukan penggilingan menjadi serbuk-serbuk halus dan dimasukkan kedalam karung untuk dipasarkan.
* Bahan galian tanah liat/lempung, keterdapatannya terutama pada daerah alterasi argilik. Bahan galian ini terdapat di Desa Cihonje dan dipasarkan kedaerah-daerah sentra pembuatan gerabah/keramik. Selain untuk bahan pembuatan keramik, tanah liat dibagian permukaan oleh sebagian masyarakat dibuat semen merah dengan cara dibakar yang kemudian dilakukan penggilingan yang hasilnya berupa serbuk halus berwarna merah.
* Pasir dan kerikil, terdapat di sepanjang alur S. Tajum dan anak-anak sungai disekitarnya, penambangannya dilakukan secara tradisionil dan digunakan sebagai bahan bangunan.
* Bongkah-bongkah andesit/basal, yang tersebar disepanjang aliran-aliran sungai. Bongkahan-bongkahan tersebut dihancurkan dengan menggunakan mesin dijadikan batu split, digunakan sebagai bahan bangunan dan pondasi jalan. Bahan galian granodiorit/diorit yang terletak di desa Baseh, kecamatan Kedung Banteng. Dilokasi ini sudah terdapat pabrik yang dilengkapi dengan mesin pemotong batuan dan alat poles, dimana batuan granodiorit/diorit yang telah dipotong dengan ukuran-ukuran tertentu dipasarkan untuk dijadikan lantai atau ornamen bangunan.
Evaluasi Sumber Daya dan Cadangan Bahan Galian Untuk Pertambangan Skala Kecil di Banyumas

Kamis, 07 Oktober 2010

Geologi Lapangan

Bagi seorang ahli geologi, "lapangan" berarti tempat ketika keadaan batuan atau tanah dapat diamati, dan "geologi lapangan" (field geology) merupakan cara-cara yang digunakan untuk mempelajari clan menafsirkan struktur dan -sifat batuan yang ada pada suatu singkaparv. Kajian lapangan merupakan dasar yang utama untuk memperoleh pengetahuan geologi. Ini dapat dilakukan mulai dengan cara sederhana, misalnya dengan mengunjungi suatu singkaparv atau tempat-tempat pengupasan batuan (quarry), membuat catatan-catatan clan sketsa tentang hubungan batuannya clan mengumpulkan contoh batuan, sampai kepada cara yang memerlukan teknik yang lebih tinggi clan waktu yang cukup lama, misalnya dengan melakukan pemetaan geologi kemudian melengkapinya dengan analisis laboratorium.
Pada hakekatnya, kajian lapangan didasarkan pada tiga jenis informasi :
Yang pertama clan sangat fundamental adalah fakta sebenarnya, yang didapatkan secara langsung dari pengamatan (observasi) clan pengukuran. Pemerian (deskripsi) tentang tekstur batuan, pengukuran kedudukan lapisan, hubungan antara dua tubuh batuan, merupakan contoh dari hash pengamatan langsung di lapangan. Ini merupakan data yang objektif, clan yang akan membangun informasi utama, misalnya pada peta geologi.
Hal kedua merupakan informasi yang sifatnya adalah penafsiran (interpretatif. Sebagai contoh, "struktur sedimen" atau "kumpulan dari beberapa batuan", akan menjadikan suatu pemikiran tentang lingkungan pembentukannya atau kejadiannya. Seorang ahli geologi dituntut untuk mampu melihat kondisi lingkungan pada masa lalu, dengan bantuan pengertian-pengertian tersebut. Penafsiran akan tergantung pada teori clan hipotesa geologi yang ada, clan tentu saja juga akan tergantung kepada penglihatan clan pengalaman seseorang, clan kemungkinan dapat terjadi suatu kesalahan. Meskipun demikian, penafsiran merupakan dasar yang sangaberharga bagi pengkajian lapangan.
Jenis informasi yang ketiga mengandung pengertian tentang hubungan umur atau waktu kejadian. Hubungan ini sebagian dapat bersifat objektif dan sebagian interpretatif, dan merupakan jenis yang khas karena membahas tentang geologi sebagai suatu urutan kejadian. Di dalam geologi, setiap satuan batuan mencerminkan sejarah pembentukannya. Sebagai contoh, aliran lava mencerminkan suatu peristiwa erupsi dari gunung api yang spesifik. Aliran lava ini dapat digunakan untuk membahas tentang lokasi dan sejarah letusan gunung api dan akan dapat menjelaskan tentang perkembangan tektonik dari bagian dari bumi tersebut. Hubungan umur sebagian dapat ditentukan dengan hubungan struktur potong memotong atau tumpang tindih (superimposed). Urutan stratigrafi juga mempunyai arti sebagai urutan peristiwa geologi. Penentuan umur, baik relatif atau mutlak adalah suatu usaha yang sangat berharga untuk membahas urutan kejadian.
Kajian lapangan, di samping merupakan kegiatan teknis, juga mengandung pengertian yang dalam. Fakta dari data lapangan, yang merupakan inti dari pengetahuan geologi, akan mendorong seorang ahli geologi untuk menemukan hubungan¬hubungan geologi yang baru. Penafsiran di lapangan, yang didasarkan pada teori-teori atau hipotesis, walaupun tidak selalu benar, akan dapat mengembangkan kajian-kajian dalam banyak hal. Penentuan hubungan umur merupakan dasar untuk membahas fakta-fakta dan penafsiran ke dalam sejarah kejadian yang sebenarnya.


Copyright © 2006 Geological Engineering - Institute Technology of Bandung
Powered By Blogger